PRIBADI "HELPER"
Konselor
Sebagai Pribadi
Memberi bantuan merupakan proses perkembangan dalam usaha yang
memungkinkan konseli mampu untuk mengeksplorasi dan mengenal perasaan pribadi,
mengungkapkan alasan dan latar belakang perasaannya. Untuk dapat melaksanakan
peranan yang profesional yang unik sebagaimana tuntutan profesi, seorang
konselor profesional harus memiliki pribadi yang berbeda dengan pribadi-
pribadi yang bertugas membantu lainnya. Konselor dituntut memiliki pribadi yang
lebih mampu untuk menunjang keefektifan konseling. Brammer (1985) juga mengakui
adanya kesepakatan helper tentang pentingnya pribadi konselor sebagai alat yang
mengefektifkan proses helping, hal ini membuktikan bahwa ciri pribadi para
helper berbeda dengan orang- orang awam (nonhelper).
Adapun pokok- pokok kekhasan pribadi para helper pada umumnya berdasarkan
sifat hubungan helping, menurut Brammer (1985) adalah:
1)
Kesadaran Akan Diri dan Nilai- nilai
Para helper memerlukan suatu kesadaran tentang
posisi-posisi nilai mereka sendri. Mereka harus mampu mengetahui siapa dirinya,
apa yang penting untuk dirinya, signifikansi sosial apa dari yang dilakukannya,
dan apa yang mendorong ia menjadi seorang helper. Kesadaran ini membantu para
helper membentuk kejujuran terhadap drinya sendiri dan terhadap helpi mereka
dan juga membantu para helper menghindari memperalat secara tidak tidak
bertanggung jawab atau tidak etis terhadap para helpi bagi kepentingan pemuasan
kebutuhan diri pribadi para helper sendiri.
2)
Kesadaran Akan Pengalaman Budaya
Suatu program latihan kesadaran diri yang terarah bagi
para helper yang mencakup pengetahuan tentang populasi khusus para helpi.
Misalnya, jika seseorang telah menjalin hubungan helping dengan dengan helpi
dalam masyarakat suku lain dengan latar belakang yang sangat berbeda (konselor
suku jawa dengan konseli dalam masyarakat Bugis Makasar), helper dituntut
mengetahui lebih banyak lagi tentang budaya para helpi. Mengetahui lebih banyak
perbedaan antara para helper dan para helpi merupakan hal yang sangat vital
bagi keefektifan hubungan helping. Para helper profesional hendaknya
mempelajari ciri khas budaya dan kebiasaan tiap kelompok helpi mereka.
3)
Kemampuan Menganalisis Kemampuan Helper Sendiri
Seorang helper harus "berkepala dingin",
terlepas dari perasaan-perasaan pribadi mereka sendiri. Seorang helper juga
harus mempunyai kesadaran dan kontrol perasaan sendiri guna menghindari
proyeksi kebtuhan. Harus diketahui pula bahwa para helper mempunyai perasaan
dari waktu ke waktu. Misalnya, mereka merasa gembira atas pertumbuhan helpi
yang semakin mamdiri. Demikian juga, mereka akan merasa kecewa ketika harapan
mereka terhadap helpi untuk mandiri tidak terwujud. Mereka bisa juga merasa
tidak berguna ketika tawaran bantuan mereka tidak dihiraukan oleh para helpi.
Mereka bahkan bisa merasa bingung atas kekomplekan masalah dan sikap-sikap yang
tidak mendukung para helpi terhdap mereka. Para helper harus mampu menyelami
perasaan-perasaan mereka sendiri, memahami dan menerima perasaan-perasaan
mereka. Tidak menggantungkan harapan-harapan sukses terlalu tinggi dan
berdiskusi sesama kolega dapat membantu meredakan perasaan-perasaan negatif.
4)
Kemampuan
Berlayan Sebagai Teladan dan Pemimpin atau Orang Berpengaruh
Kemampuan ini penting terutama berkenaan dengan
kredibilitas para helper di mata helpi. Helper sebagai teladan atau model dalam
kehidupan sehari-hari sangat diperlukan. Mereka harus tampak beradap, matang,
dan efektif dalam kehidupan sehari-hari. Jika misalnya, kehidupan keluarga
mereka tidak tentram, anak-anak mereka sering berurusan dengan kepolisian, maka
validitas kerja helping mereka perlu dipertanyakan. Tetapi bukan berarti para
helper harus menguasai para helpi mereka, para helper harus dapat menunjukkan
kemampuan melihat inti masalah dengan tajam dan cepat dan menampakkan rasa
percaya diri yang mapan.
5)
AltruismePribadi yang altruisme ditandai dengan kesediaan
berkorban (waktu, tenaga, dan mungkin materi) untuk kepentingan kebahagian atau
kesenangan orang lain. Para helper merasakan kepuasan tersendiri manakala
mereka berperan membantu orang lain. Pribadi para helper yang efektif ditandai
dengan minat yang lebih besar terhadap orang dibanding dengan benda. Mereka
lebih suka memuaskan orang lain ketimbang memuaskan diri mereka sendiri.
Kepuasan para helper diperoleh melalui pemberian peluang memuaskan orang lain.
6)
Penghayatan Etik yang KuatRasa etik para helper berarti bahwa mereka harus
berusaha menyeimbangkan antara rasa aman helpi dengan ekspektasi masyarakat.
Dengan kata lain seorang konselor harus dapat merahasiakan kehidupan pribadi
konseli dan memiliki tanggung jawab moral untuk membantu memecahkan kesukaran
konseli. Misalnya, jika kepentingan rasa aman seorang helpi diutamakan maka
helper tidak membocorkan informasi-informasi yang bersifat rahasia mengenai
helpi kepada orang lain yang tidar berkepentingan.
7)
Tanggung jawab
Tanggung jawab para helper dalam hal ini khusus
berkenaan dengan konteks bantuan khusus yang diberikan kepada helpi. Salah satu
tempat penerapan khusus tanggung jawab para helper adalah dalam menangani kasus
yang diluar bidang kemampuan, kompetensi mereka. Para helper yang bertanggung
jawab menyadari keterbatasan mereka, sehingga tidak mencanangkan hasil-hasil
yang realistis. Mereka akan mengupayakan referal kepada spesialis ketika mereka
menyadari keterbatasan diri mereka dan tetap kontak dengan para helpi mereka
sampai spesialis lain itu mengambil tanggung jawab dalam suatu hubungan baru
dengan konseli. Begitu pula ketika para helper koopeten menangani kasus, mereka
tidak akan membiarkan kasus para helpi terkatung-katung tanpa penyelesaian.
Sumber :
Sumber :
Mappiare, Andi AT. 2002. Pengantar
Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.